Saat Perban Telinga – Donald Trump, mantan Presiden Amerika Serikat yang penuh kontroversi, lagi-lagi menjadi pusat perhatian. Tapi kali ini bukan karena pidatonya yang menggelegar atau kasus hukumnya yang tiada henti. Perhatian publik justru teralih pada… perban putih yang melingkari telinganya. Sebuah penampilan absurd yang dengan cepat berubah menjadi statement mode yang tak di sangka-sangka: perban jadi aksesori.
Apa yang semula tampak seperti indikasi medis, kini berubah menjadi simbol gaya baru. Netizen, fashion blogger, hingga desainer avant-garde langsung membongkar lemari, mencari cara menyulap perban menjadi barang wajib dalam penampilan mereka. Di era di mana absurditas viral lebih cepat daripada akal sehat, fenomena ini sukses mengguncang definisi fashion itu sendiri. https://athena-168.org/
Dari Klinik ke Catwalk
Gambar Trump dengan perban di telinganya pertama kali muncul saat ia menghadiri sebuah acara tertutup di Florida. Warganet pun heboh berspekulasi: operasi? cedera? atau hanya trik politik untuk menarik simpati? Belum sempat misteri itu dijawab, dunia fashion keburu melahap momen ini sebagai inspirasi. Dalam waktu singkat, model-model di Instagram mulai memamerkan tampilan “bandage look” ala Trump—dengan pose dramatis dan caption sarkastik.
Desainer underground di New York dan Tokyo bahkan sudah menyulap perban medis menjadi bahan utama aksesori runway. Bukan sekadar di lilitkan di kepala, tapi di rancang dengan renda, klip logam, bahkan di lapisi kristal. Perban tak lagi tersembunyi di balik luka, kini di pajang seperti mahkota di kepala situs slot resmi.
Simbol Ironi atau Simbol Kekuatan?
Apa yang membuat tren ini meledak bukan semata bentuknya, melainkan maknanya yang ambiguitas. Sebagian menganggapnya sebagai sindiran visual terhadap sosok Trump yang tak pernah lepas dari luka—baik politis, hukum, maupun citra. Tapi yang lain justru melihatnya sebagai simbol daya tahan. Perban, dalam bentuknya yang sederhana, jadi metafora untuk “bertahan walau babak belur”.
Ironi pun muncul. Di saat dunia masih di balut luka akibat perang, ketidakadilan, dan ketimpangan, generasi sekarang justru menjadikan luka sebagai estetika. Perban bukan lagi tanda penderitaan, melainkan simbol keunikan dan eksistensi. Tak peduli apa alasannya, asalkan bisa viral dan eye-catching, semuanya sah di jadikan gaya hidup.
Influencer dan Efek Domino Absurd
Seperti biasa, influencer punya peran vital dalam mempercepat penyebaran tren ini. Nama-nama seperti Julia Fox, Lil Nas X, hingga fashion TikToker Asia mulai mengunggah gaya dengan perban yang sengaja di lilitkan di telinga atau bahkan menutupi setengah wajah. Komentarnya pun brutal: “Trump may be on trial, but his ear game is on point!”
Merek streetwear pun tak tinggal diam. Beberapa label kecil sudah merilis koleksi kapsul bertema “Bandage Politics”, lengkap dengan hoodie bertuliskan “Wrap It Like Trump” dan aksesori telinga tiruan. Generasi Z yang terkenal doyan ironi langsung menyambarnya, menjadikan perban sebagai simbol rebel baru yang sarkastik tapi tetap modis.
Saat Luka Jadi Estetika Publik
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana budaya pop telah menjungkirbalikkan makna benda sehari-hari. Perban, yang dulunya tersembunyi dan fungsional, kini justru tampil sebagai pernyataan mode. Publik masa kini, terutama generasi digital, tak lagi membedakan antara luka fisik dan pencitraan. Semuanya bisa di jadikan konten, asal bisa di bungkus dalam estetika yang provokatif.
Dan ketika sebuah perban bisa berubah dari alat medis menjadi aksesori fashion hanya karena melekat di telinga seorang tokoh penuh kontroversi, kita patut bertanya: apakah mode kini murni ekspresi, atau hanya bentuk lain dari kegilaan massal yang di kemas dengan glitter?